Saturday, December 1, 2012

Krisis Exxon Valdez



Beberapa artikel mengenai krisis PT. Exxon, kasus 
tumpahnya minyak dari kapal tanker Exxon Valdez di 
wilayah Alaska


Tugas Manajemen Isu dan Krisis
FiKom UNTAR 2012

Ganti Rugi Kerusakan Lingkungan Dalam Kasus Exxon-Valdez Dibatasi


Kasus tumpahnya minyak dari Supertanker milik Exxon di lepas pantai Alaska pada 23 Maret 1989 telah menjadi perhatian pemerhati lingkungan. Sampai saat ini, tumpahnya minyak ke laut yang dilakukan oleh Kapal Exxon itu adalah yang terbesar: lebih dari 12 juta gallon minyak mentah. Berbagai tuntutan telah dialamatkan ke Exxon, terutama oleh para pihak yang menggantungkan hidupnya dari laut Prince Willian Sound, Alaska. Exxon sendiri telah menghabiskan dana lebih dari $ 2,1 miliar untuk membersihkan lingkungan laut dari tumpahan minyak. Ia juga harus berhadapan dengan pemerintah Amerika dan Alaska yang mengejar Exxon terlibat dalam perbuatan pidana yang bertentangan dengan Clean Water Act, the Refuse Act, dan Migratory Bird Treaty Act.Exxon mengaku bersalah dan membayar denda $ 150juta [kemudian direvisi menjadi $ 25juta dan restitusi $100juta].




Tak berhenti di sana, Pemerintah Amerika dan Alaska kemudian mengajukan tuntutan perdata atas dasar terjadinya kerusakan lingkungan, yang hasilnya membuat Exxon harus merogoh kocek sebesar $ 900juta sebagai biaya perbaikan lingkungan. Selain itu, ia juga harus membayar restitusi kepada nelayan dan pihak lainnya sebesar $ 303juta.

Satu kasus lain dikonsolidasikan [yang kebanyakan penuntutnya adalah para pihak yang dirugikan secara langsung oleh tumpahan minyak itu: nelayan, penduduk asli Alaska dan pemilik lahan; yang jumlahnya mencapai 32ribu orang] dan diajukan untuk meminta kompensasi kepada Exxon. Di pengadilan pertama di Alaska, Exxon terbukti bersalah melakukan kelalaian yang menyebabkan terjadinya kerugian di pihak lain. Kelalaian ini sebenarnya dilakukan oleh Kapten Kapal Supertanker itu, Joseph Hazelwood, yang pada saat kapal melakukan manuver malah meninggalkan kabin dan terbukti sedang mabuk. Namun, karena Joseph Hazelwood sedang bekerja berdasarkan kontrak yang disetujui dengan Exxon, maka Exxon juga kena getahnya sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan. Exxon karenanya diharuskan membayar lebih dari $287juta sebagai kompensasi [ganti rugi] bagi para nelayan, $20juta bagi penduduk alaska dan lebih dari $200juta bagi pemilik lahan; atau keseluruhannya mencapai $507.2juta.Selain itu, karena terbukti lalai, Exxon juga terkena hukuman bayar ganti rugi kerusakan [punitive damage] sebesar $ 5 miliar sedangkan Joseph Hazelwood dikenakan $ 5000.

Keputusan bahwa Exxon terbukti melakukan kelalaian diperkuat oleh Pengadilan Banding, namun besarnya ganti rugi kerusakan itu diturunkan menjadi setengahnya [$ 2,5 miliar]. Exxon kemudian mengambil langkah "kasasi" ke MA-USA untuk mempertanyakan apakah ganti rugi itu melewati batas yang seharusnya diberikan dalam hukum kelautan, apakah biaya ganti rugi  dibatasi oleh hukum federal [Clean Water Act] dan apakah pemilik kapal bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi di luar persetujuannya [yang dilakukan oleh bawahannya].

Dalam hal besarnya ganti rugi itu, Exxon merasa bahwa besarnya ganti rugi yang harus dibayarkannya telah melewati tujuan yang diinginkan dengan adanya ganti rugi kerusakan itu, yakni menghalangi terjadinya perbuatan tidak baik atau akibat meningkatnya ancaman kerusakan.

Keputusan para hakim MA pada 25 Juni 2008 tentang apakah pemilik kapal bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya ternyata sama kuat sehingga MA-USA tidak mengambil keputusan dalam masalah ini, sehingga keputusan di pengadilan di bawahnya tetap sebagaimana adanya. Dalam keputusan lain, MA -USA menegaskan tidak adanya pembatasan berapa ganti rugi kerusakan yang harus dibayarkan. Namun, dalam kasus ini, yang berhubungan dengan hukum kelautan, MA-USA menyatakan bahwa pembatasan harus dilakukan dengan perbandingan 1:1, dimana biaya ganti rugi harus seimbang dengan biaya kompensasi yang telah dibayarkan. Dengan kata lain, Exxon hanya wajib membayar ganti rugi kerugian sebesar $507.2juta; yang kemudian ditetapkan sebagai putusan hakim pengadilan banding pada 15 Juni 2009. Pada putusan banding itu pula ditetapkan bahwa bunga atas punitive damage itu ditetapkan sejak tahun 1996.

Setelah perdebatan tentang apakah biaya punitive damage yang diberikan kepada Exxon terlalu besar dilihat dari usaha yang sudah dilakukan oleh Exxon untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan serta biaya2 lainnya, putusan MA-AS itu juga menimbulkan polemik. Walaupun ada pihak yang berpendapat keputusan itu hanya berlaku bagi hukum kelautan saja, tetapi tetap saja keputusan itu [di negara yang menganut judge-made law] dapat memberikan arahan pada hakim ketika menghadapi kasus serupa, berurusan dengan tuntutan punitive damage yang sangat besar. Ketika pemberian kompensasi sudah bisa menafsirkan adanya "ganti rugi" dari penuntut, maka punitive damage, yang berfungsi untuk mencegah kejadian serupa terjadi kembali, memang tidak seharusnya melewati biaya kompensasi itu.

Tapi, apakah harga-harga itu memang dapat merefleksikan hancurnya ekosistem Prince William Sound? Tepatnya, apakah biaya yang dikeluarkan oleh Exxon layak untuk menggantikan kerusakan lingkungan di wilayah perairan tersebut yang kemudian menghancurkan pula keadaan sosial masyarakat sekitarnya, yang kesemuanya itu celakanya diawali oleh kecerobohan Exxon sendiri? Apakah $507.2juta sebagai punitive damage pada Exxon benar-benar akan mencegah Exxon untuk tidak mengulang kejadian serupa di masa depan?




Kapal Valdez itu sendiri tidak mengalami kerusakan berarti, ia bisa diperbaiki dan diberi nama berkali-kali untuk akhirnya berhenti di nama "SeaRiver Mediteranian". Kemudian selama kurang lebih 12 tahun, ia bekerja mengantar minyak Exxon untuk rute Teluk Persia - Jepang, Singapura, Australia. Pada tahun 2002, Exxon memesiunkannya, namun banyak pihak yang percaya bahwa kapal Valdez itu tetap beroperasi dengan bendera negara asing.
Dilaporkan oleh Mumu Muhajir 




THE EXXON KRISIS, 1989


Pada tanggal 24 Maret 1989, Exxon dihadapkan dengan krisis ketika tumpah 11 juta galon minyak ke Alaska Prince William Sound dengan kapal tanker minyak Exxon Valdez. Beberapa spesies yang sedikit terpengaruh oleh tumpahan minyak seperti beruang coklat, tetapi yang lain seperti pelabuhan segel, Berang-berang laut dan kormoran menderita kerugian besar dalam populasi mereka. Selanjutnya, perikanan Alaska, taman nasional, pantai, dan hutan yang sangat terpengaruh, yang pada gilirannya mempengaruhi pariwisata (Fritz-Gerald Piquion)




Salah satu anggota awak tidak mampu untuk benar manuver kapal karena kelelahan dari kelebihan beban kerja. Juga, master kru berada di bawah pengaruh alkohol dan tidak bisa memberikan arah yang tepat untuk krunya. Meskipun kesalahan terjadi sekali di kapal, salah satu kesalahan adalah kekurangan pasokan Exxon anggota awak terlatih dan ketersediaan peralatan yang tidak memadai di kapal. (Fritz-Gerald Piquion)
Reaksi: Exxon vs Tylenol

Salah satu Johnson dan Johnson krisis teknik manajemen dengan gangguan dari kapsul Tylenol, yang sangat efektif adalah respon cepat terhadap tamper produk. Exxon di sisi lain, menunggu lama sebelum menanggapi tumpahan minyak dan mengirimkan bantuan ke Alaska. Sebagai contoh, sebuah iklan di surat kabar berlari 10 hari setelah tumpahan, dan ketua Exxon, Lawrence G. Rawl, tidak terbang ke Alaska sampai dua minggu setelah tumpahan. Sebaliknya, dia mengirim sebuah tim dari individu-individu yang tidak terlatih dalam manajemen krisis. Ini menunjukkan kepada publik bahwa Exxon tidak menganggap tumpahan masalah yang benar-benar lingkungan.




Selain itu, komunikasi antara manajemen dengan publiknya tidak efisien. Exxon memilih untuk berkomunikasi hanya kepada orang-orang dari kota Valdez dan tidak ke seluruh dunia. Ini membuat penyebaran informasi yang sulit. Tidak seperti Johnson & Johnson, yang segera mengingat produk dan membuat pengumuman publik tentang penghentian penggunaan melalui berbagai media.

Ini adalah tugas dari perusahaan untuk melaporkan kepada publik dan tanggung jawab wartawan untuk memperoleh informasi tentang hal tersebut kepada mendistribusikannya kepada penduduk. Ketika Juru bicara Exxon pertama menjawab pers dengan "no comment" setelah tumpahan, butuh kredibilitas dari perusahaan dan membuat nuansa umum seperti manajemen puncak itu baik menyembunyikan sesuatu atau belum mengumpulkan semua informasi.

Akhirnya, Exxon tidak pernah mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi. Di sisi lain, itu terbukti Tylenol yang tidak terkait dengan gangguan, namun masih dianggap bertanggung jawab segera. Hal ini pada gilirannya memulihkan kepercayaan konsumen tentang keamanan produknya. Exxon benar-benar gagal di tugas ini karena butuh beberapa hari untuk mengirim orang untuk membantu membersihkan tumpahan minyak di Alaska. Hal ini terbukti masyarakat Alaska dan dunia yang tidak peduli dengan lingkungan atau kerusakan pada industri pariwisata dan perikanan di Alaska, yang negara sangat tergantung pada. (Sumber: John Holusha, NY Times).